Senin, 09 Maret 2009

TORAJA LOVELY DECEMBER

Bagi Provinsi Sulawesi Selatan, kegiatan Lovely Decembar adalah merupakan momentum untuk membangkitkan kembali sektor pariwisata unggulan, khususnya Tana toraja sebagai main destaination di Provinsi Sulawesi Selatan. Sebagai Destinasi pariwsata dengan karakter budaya dan alam dengan segala keunikan, menjadikan Toraja sebagai bahagian dari warisan dunia atau world heritage. Toraja juga juga memiliki keunikan lain seperti; Perkampungan Rumah Tongkonan (rumah adat khas Toraja) yang selalu menghadap ke utara, Komples Pemakaman Batu, Upacara Rambu Tuka (atau Syukuran) serta Upacara Rambu Solo (Upacara Pemakaman Adat Toraja) serta berbagai ritual kepercayaan masyarakat Toraja masa lalu atau Aluk Todolo.

Saat ini masyarakat Toaraja dalam hal religi sudah manganut agama ”Samawi’ seperti Kristen pada umumnya dan Islam serta namun dalam aspek sosial kemasyarakatan masih diwarnai tradisi masa lalu sebagai kekuatan local, yang tercermin dari Upacara Rambu Tuka dan Rambu Solo yang sangat spektakuler. Dari sisi geografis Toraja juga memiliki keunikan tersendiri dibanding daerah lain pada umumnya di Sulawesi Selatan bahkan Indonesia , seperti letak geografis pada ketinggian 520-13000 meter diatas permukaan laut serta kesejukan udara antara 19 derajat – 28 derajat.

Untuk itu, kegiatan Lovely December yang bertemakan Lovely December “Lovely Toraja from the highland” akan dipusatkan di Tanatoraja, akan digelar dalam bentuk berbagai acara atraktif di balik pesona alamnya yang menggoda, eksotik tiada henti.

Beberapa acara yang akan digelar dalam perhelatan besar ini, diantaranya Toraja Carnival yang akan menampilkan aneka macam atraksi budaya tradisional dan Rambu Solo sebagai pembuktian kekuatan Toraja dalam melestarikan warisan aneka budaya dan tradisi di tengah hiruk-pikuk budaya asing.

Rambu Solo itu sendiri, adalah sebuah upacara adat kematian masyarakat Toraja yang bertujuan untuk menghormati dan mengantar arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh, yaitu kembali kepada keabadian bersama para leluhur mereka disebuah tempat peristirahatan, disebut dengan Puya, yang terletak di bagian selatan tempat tinggal manusia.

Dikatakan demikian, karena orang yang meninggal baru dianggap benar-benar meninggal setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi. Jika belum, maka orang yang meninggal tersebut hanya dianggap sebagai orang “sakit” atau “to makula”, sehingga ia tetap diperlakukan seperti halnya orang hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur dan diberi hidangan makanan dan minuman, bahkan selalu diajak berbicara sebagaimana kebiasaan semasa hidup almarhum.

Oleh karena itu, masyarakat setempat menganggap upacara ini sangat penting, karena kesempurnaan upacara ini akan menentukan posisi arwah orang yang meninggal tersebut, apakah sebagai arwah gentayangan (bombo), arwah yang mencapai tingkat dewa (to-membali puang), atau menjadi dewa pelindung (deata). Dalam konteks ini, upacara Rambu Solo menjadi sebuah “kewajiban”, sehingga dengan cara apapun masyarakat Toraja akan mengadakannnya sebagai bentuk pengabdian kepada orang tua mereka yang meninggal dunia.

Kemeriahan upacara Rambu Solo ditentukan oleh status sosial keluarga yang meninggal, diukur dari jumlah hewan yang dikorbankan. Semakin banyak kerbau disembelih, semakin tinggi status sosialnya. Biasanya, untuk keluarga bangsawan, jumlah kerbau yang disembelih akan mencapai ratusan ekor.

Selain Rambu Solo, acara yang akan dibuka secara resmi oleh Presiden Republik Indonesia, pada tanggal 24 Desember 2008 mendatang, akan digelar Festival Sungai Maiting. Toraja Trek sambil melintasi indahnya pemandangan alam yang tidak ada duanya di dunia, sebagai pembuktikan tage line South Sulawesi : best natural asia.

Selain lomba akan digelar Festival Mangiru’ Tuak atau minum tuak bagi wisatawan manca negara. Tuak adalah minuman tradisional Toraja. Tuak juga sering disebut Ballo’. Soal minuman tradisional ini, Muhammad Mubarak seorang Citizen reporter yang lahir dan besar di Tana Toraja pernah menuliskan sisi lain dari destinasi pariwisata ini, bahwa sejak dulu, nenek moyang orang Toraja sangat akrab dengan minuman tuak. Minuman yang digemari umumnya adalah tuak enau, berasal dari cairan pohon induk atau nira (Borassus flabellifer) yang difermentasi.

Saya masih ingat perkataan salah seorang kakek di kampung, ”Tannia toraya ke tae na mangngiru.” Artinya, bukan orang Toraja kalau tidak meneggak minuman keras. Sembari berkata begitu, kakek itu menawarkan ballo’ (Tuak), tulis Citizen reporter ini.

Ballo’ wajib hadir dalam ritual-ritual adat Toraja, baik sebagai kelengkapan upacara maupun untuk menyambut para tamu. Bagi orang Toraja sendiri, memunum ballo’ biasa dilakukan untuk menghangatkan tubuh dari terkaman dingin, dan diyakini dapat menambah tenaga bagi peminumnya. Bukan untuk mabuk-mabukan. Jadi sangat jarang dijumpai orang mabuk karena meneggak ballo’.

Minuman beralkohol rendah dengan kadar 5-10 persen ini, warnanya agak putih seperti air beras namun sangat encer. Baunya sangat khas mirip bau asam cuka dan rasanya agak pahit sedikit kecut. Orang Toraja menyebut rasa ini seperti “manis-manis jambu”.

Bukan itu saja, bersamaan dengan pelaksanaan Lovely December akan digelar berbagai event budaya, menghadirkan beragam budaya Sulawesi Selatan, upacara Rambu Solo, dan event religi, perayaan Natal Bersama serta tari tradisional dalam konfigurasi kolosal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar