Senin, 09 Maret 2009

TONGKONAN TORAJA

Tana Toraja. Rumah adat tongkonan, menjadi ikon arsitektur di Tana Toraja. Bukan hanya sebagai tempat tinggal, di situlah segala pusat kehidupan orang toraja. Mulai dari urusan adat, pusat budaya, pusat pembinaan keluarga dan kegotongroyongan, sosial perekonomian hingga urusan kekerabatan.

Sinopsis
Bentuk dan Makna Simbolik
Rumah Adat Tongkonan Toraja
Rumah adat Toraja atau yang lebih dikenal dengan nama Tongkonan merupakan wadah atau tempat berkumpulnya para kaum bangsawan Toraja, berkumpul dan membicarakan masalah-masalah yang berhubungan dengan adat. Secara harfiah Tongkonan berarti tempat duduk. Tulisan ini bermaksud untuk menerangkan beberapa hal sehubungan denganbentuk dan makna simbolik rumah adat tongkonan di Tana Toraja.
Sesuai dengan namanya, pemberian nama suatu tongkonan berdasarkan letak atau posisi tongkonan itu sendiri, seperti Tongkonan Belo Langi yang berarti tongkonan tempat tertinggi, juga berdasar pada nama daerah seperti Tongkonan Garampa dan arti khusus yang melekat pada tongkonan tersebut seperti Tongkonan Merbali. Adanya perbedaan struktur dari ketiga tongkonan tersebut semata-mata disebabkan karena pertimbangan banyak tidaknya ruangan dari suatu bangunan.
Perbedaan jumlah ruangan suatu tongkonan mengandung makna sosial dan ekonomi yaitu semakin banyak ruangannya semakin tinggi kedudukan tongkonan tersebut. Posisi atau letak tangga dan pintu tongkonan disesuaikan dengan konsep kepercayaan masyarakat Toraja yaitu Aluk Todolo. Pada dasarnya pola hias pada ketiga tongkonan tersebut pada umumnya banyak mengandung makna sosial, ekonomi dan religius magis terutama yang berhubungan dengan realitas kehidupan pada masyarakat Toraja.

Tongkonan berasal dari kata tongkon yang berarti duduk, kemudian dibubuhi akhiran an, maka artinya menjadi tempat duduk bersama.
Dahulu tongkonan adalah ini merupakan pusat pemerintahan, kekuasaan adat dan perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Tana Toraja. Tongkonan tidak bisa dimiliki oleh perseorangan, melainkan dimiliki secara turun-temurun oleh keluarga atau marga suku Tana Toraja.

Dengan sifatnya yang demikian, tongkonan mempunyai beberapa fungsi, antara lain: pusat budaya, pusat pembinaan keluarga, pembinaan peraturan keluarga dan kegotongroyongan, pusat dinamisator, motivator dan stabilisator sosial. Dengan demikian fungsi Tongkonan tidaklah sekedar sebagi tempat untuk duduk bersama, lebih luas lagi meliputi segala aspek kehidupan. Apabila mempelajari letak dan upacara-upacara yang dilaksanakan, melalui simbol-simbolnya akan diketahui bahwa Tongkonan adalah simbol sosial dan simbol alam raya. Oleh karena itu orang Toraja sangat men"sakral"kan Tongkonan. Memelihara Tongkonan, secara pribadi berarti memelihara diri, secara bersama-sama pula masyarakat berupaya melestarikannya.

Bentuk Tongkonan
Bentuk Tongkonan yaitu berlapis tiga, berbentuk segi empat yang melambangkan empat azas kehidupan manusia yang disebut Ada 'A 'pa eto 'na, terdiri dari kelahiran, kehidupan, pemujaan dan kematian. Segi tempat ini juga dianggap sebagai simbol dari empat penjuru angin. Tongkonan harus selalu menghadap arah utara yang melambangkan awal kehidupan, dengan
bagian belakang rumah menghadap arah selatan yang melambangkan akhir kehidupan.

Bagian-bagian Rumah
Model Tongkonan senantiasa mengikuti model desa, secara konsepsional harus bersegi empat. Struktur ruangan mengikut struktur makro-kosmos yang terdiri dari tiga lapisan benua, yakni bagian atas (Rattiangbanua), bagian tengah (kale banua) dan bagian bawah (Sulluk banua).

Bagian atas digunakan sebagai tempat menyimpan benda-benda pusaka yang dianggap mempunyai nilai sakral. Atap Tongkonan terbuat dari bambu-bambu pilihan yang disusun tumpang tindih, dikait oleh beberapa reng bambu dan diikat oleh tali bambu/rotan. Fungsi dan susunan demikian untuk mencegah masuknya air hujan melalui celah-celah, dan sebagai lubang ventilasi. Susunan bambu ditaruh di atas kaso yang terdapat pada rangka atap. Susunan tarampak minimal 3 lapis, maksimal 7 lapis, setelah itu disusun hingga membentuk seperti perahu.
Bagian tengah digunakan untuk tempat tinggal dan melakukan aktivitas di dalam rumah. Bagian tengah yang merupakan badan rumah ini berlantaikan papan kayu uru yang disusun di atas pembalokan lantai, memanjang sejajar balok utama. Dindingnya disusun dengan sambungan pada sisi-sisi papan. Dinding yang berfungsi sebagai rangka dinding yang memikul beban, terbuat dari bahan kayu uru atau kayu kecapi.
Bagian tengah sebagai ruang tempat tinggal, dibagi pula atas tiga bilik yaitu bilik bagian depan disebut Tando', berfungsi sebagai tempat beristirahat, tempat tidur nenek, kakak dan anak laki-laki serta tempat mengadakan sesajen. Jendela pada ruang Tangdo berjumlah 2 buah, menghadap ke utara. Bagian tengah disebut Sali dibagi lagi menjadi dua bagian, yakni bagian timur tempat kegiatan sehari-hari dan sebagai dapur, ruang menerima tamu, ruang keluarga, dan kamar mandi. Di bagian barat digunakan tempat persemayaman jenazah pada waktu diadakan upacara kematian.
Bagian belakang disebut Sumbung yang digunakan sebagai tempat pengabdian dan tempat tidur kepala keluarga bersama anak-anak, khususnya anak gadis, serta untuk menyimpan benda-benda pusaka. Lantainya ditinggikan pertanda bahwa penghuni Tongkonan mempunyai kekuasaan dan derajat yang tinggi. Sumbung ini berada di bagian selatan, maksudnya anak-anak gadis dan anak kecil memerlukan pengawasan ketat, dengan perlindungan dari anak-anak laki-laki yang bertempat di ruang Tando.
Bagian bawah yang merupakan kolong rumah merupakan tempat hewan peliharaan. Fondasinya menggunakan batuan gunung, diletakkan bebas di bawah Tongkonan, tanpa pengikat antara tanah, kolong dan fondasi itu sendiri.

Ragam Hias
Tongkonan dapat dilihat sebagai produk yang menampilkan nilai-nilai estetik, dengan bentuknya yang anggun disertai kekayaan ragam hias yang mengandung makna yang terkait dengan sistem budaya mereka.
Pada mulanya, orang Toraja hanya mengenal empat macam ukiran yang disebut Garonto Passura artinya dasar ukiran, antara lain pa'barre allo yaitu ukiran yang menyerupai matahari atau bulan, benda yang mulia di atas bumi berasal dari Sang Pencipta yang memberi hidup dan kehidupan bagi umatNya: pa' tedong ukiran yang menyerupai kepala kerbau, ukiran ini sebagai lambang kerja keras dan kemakmuran, oleh karenanya diletakkan pada tiang-tiang yang berdiri tegak sebagai tulang punggung bangunan, yang berarti bekerja adalah tulang punggung kehidupan; pa' manuk londong ukiran yang menyerupai ayam jantan, sebagai lambang dari norma, aturan yang berasal dari langit yang menata kehidupan manusia. Bersama-sama Pa'barre allo diletakkan di atas bagian depan Tongkonan, dan pa' sussuk yaitu ukiran yang menyerupai garis-garis lurus, sebagai lambang kebersamaan dan kesatuan dalam lingkup kerabat yang tergabung dalam kelompok Tongkonan. Ukiran ini diletakkan pada dinding bagian atas yang menghiasi ruangan. Dari keempat dasar ukiran tersebut dikembangkan terus, hingga sekarang sudah dikenal lebih dari 150 macam ukiran.

Selain motif-motif utama tersebut, ada pula motif lain yang juga memiliki makna. Motif pa'daun balu adalah daun sirih yang merupakan lambang penghormatan kepada dewa-dewa. Motif pa' bua tina adalah lambang pohon waru yang merupakan hiasan dinding rumah sebagai lambang persatuan dalam keluarga. Pa'sala'bi' dibungai berarti 'pagar' yang biasanya terdapat pada dinding dan pagar rumah bangsawan. Motif ini mengandung arti sebagai penangkal masuknya orang jahat dan mencegah penyakit sampar. Motif Pa' bunga menyerupai bunga yang melambangkan pentingnya pengetahuan bagi manusia. Pa' kangkung adalah ukiran yang menyerupai pucuk kangkung menghiasi rumah bangsawan, motif yang mengandung harapan agar senantiasa memperoleh rejeki sebagaimana kangkung yang selalu tumbuh subur di tempat berair. Pa' erong berarti peti mayat yang hanya digunakan untuk peti mayat keluarga bangsawan, yang menaruh harapan agar yang meninggal senantiasa memberi berkah kepada keluarga yang ditinggalkan. Pa 'bunga kaliki simbol bunga pepaya yang bermakna agar nasehat yang menyakitkan pun dapat membawa kebaikan dalam hidup. Pa' sisik bale lambang sisik ikan agar cita-cita yang tinggi dapat tercapai. Pa'kollong buku melambangkan leher merpati yang bermakna agar manusia dapat hidup bebas menentukan pilihannya. Motif Koyo adalah burung bangau lambang manusia yang penyabar. Pa'dara dena berarti dada burung pipit lambang keteguhan hati dan pendirian yang tetap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar